VIDEO

[Video_Islami][bleft]

Artikel

[article][twocolumns]

muhasabah

[muhasabah][bleft]

Text Widget

Pages

Belajar, Belajar, dan Belajar.

Rijal Mumazziq Z with Nisfu Laili and 6 others.
May 25 at 1:25pm ·
-----

Belajar, Belajar, dan Belajar ----

Kiai Sahal Mahfudh, dengan ketinggian ilmunya yang pilih tanding dan sikap rendah hatinya, sering disangka memiliki ilmu laduni, sebuah anugerah pengetahuan dari Allah yang--dalam istilah kita--terinstal secara sempurna sehingga pemilik ilmu laduni bisa secara otodidak mendalami cabang keilmuan tertentu dengan praktis dan cepat. Kiai Sahal, sebagaimana biasa, lekas menukas cepat, "Aku nggak punya ilmu laduni. Aku ini bisa begini ya karena belajar. Belajar, dan belajar dengan keras."


Di sudut lain, ada Christian "el-Loco" Gonzales, bomber Arema Cronus. Usianya sudah sepuh untuk ukuran pemain sepakbola, 40 tahun. Tapi di usia veteran ini dia justru menjadi top skor Bali Island Cup sekaligus membawa Singo Edan juara, setahun silam. Di ajang perebutan jawara ketiga Piala Gubernur Kaltim, ia menceploskan sebiji gol dari jarak 25 meter melalui sepakan bebas ke gawang Sriwijaya FC. Arema memang juara ketiga, tapi soal konsistensi permainan dan stabilitas stamina di usianya, El-Loco melampaui perkiraan. Di usia yang sama, Fransesco Totti, pangeran AS Roma, masih menjadi pemain yang punya konsistensi permainan dengan El-Loco.

Di Juventus, ada Gianluigi Buffon. Kiper gaek mirip Akshay Kumar ini bahkan pernah berkelakar soal Gianluigi Donnarumma, kiper AC Milan, saat kedua klub ini bentrok. "Saat aku menjalani laga debut bersama AC Parma, puluhan tahun silam, bahkan Donnarumma belum lahir." Bagaimana bisa di usia uzurnya ketiganya masih stabil? Kawan-kawan seklub memberi kesaksian sahih: El-Loco, Totti & Buffon mendisiplinkan diri dengan berlatih lebih berat dibanding pemain lain yang lebih muda.

Mereka latihan tendangan bebas dengan cara memforsir diri. Singkatnya, ketiganya tidak lelah belajar, dalam soal teknik terbaru maupun cara menyiasati usia. Hasilnya? Bisa di lihat di antara musim kompetisi dalam setengah dasawarsa terakhir. Belajar selalu berhubungan dengan tekad, kemauan, harapan, dan pendisiplinan diri agar tidak mundur saat terhalang rintangan. Jika bagi sebagian orang umur dianggap sebagai sebuah halangan, bahkan ada semacam gengsi "....sudah tua kok masih ngaji", maka bagi sebagian yang lain umur bukan menjadi penghalang.

Soal penaklukan usia, Imam Abu Bakar al-Qaffal memberi contoh. Pemuka Madzhab Syafi'i ini baru belajar agama di usia 30-an, setelah sekian lama ia menghabiskan waktu membuat gembok. Profesi yang dilekatka pada namanya hingga wafat, al-Qaffal alias pengrajin gembok. Agak telat belajar memang, namun kegigihan mengejar ketertinggalan ini membuat Imam al-Qaffal as-Shaghir ini menjadi ulama terkemuka di zamannya.

Keterbatasan daya ingat, benarkah ada? Para ulama telah memberi contoh bahwa apabila kejeniusan itu memang ada, maka memaksimalkan daya ingat dan kekuatan pikiran pastilah juga ada. Diriwayatkan, Imam Hasan an-Naisaburi mengulang-ulang hafalannya hingga 50 kali, Imam Ilkiya Al-Harrosi mengulang-ulang pelajarannya 70 kali, bahkan Imam Shiraziy hingga 100 kali. Mereka mendayagunakan akal pikiran untuk menjelajahi spektrum keilmuan dengan cara mengulang-ulang hafalannya hingga pas melekat.
----

Saya masih ingat, guru saya almaghfurlah KH. Masruri Abdurrahman, Ngrukem, Mlarak, Ponorogo, beberapa kali menyampaikan uraian ini sebelum mengajar, "Aku ini setiap kali mau mengajar kalian ya belajar dulu. Meski sudah tua ya harus muthala'ah." Bapak saya, menjelang usia 60 tahun, mendaftar kuliah S-3 di UINSA. Manakala ditanya sahabat-sahabatnya mengapa sudah sepuh kok masih capek-capek kuliah, dengan enteng bapak menjawab, "Biar aku menjadi contoh bagi anak-anakku kalau belajar itu nggak memandang usia.", atau jawaban lain yang lebih telak yang disampaikan ke saya, "Aku S3 biar nanti kamu bisa melebihiku. Aku sudah tua saja bisa S3 masak kamu cuma puas sebagai lulusan S2." Plak! Saya bersyukur bisa menyaksikan bapak saya ujian disertasi terbuka meski tertatih-tatih setelah dihajar stroke. Bapak, yang wafat pada 14 Februari 2015 silam, telah memberi keteladanan dan contoh kegigihan mencari ilmu. Beliau tak menyerah meski harus belajar ngetik di laptop sendiri dan harus bolak-balik Jember-Surabaya untuk kuliah dan bimbingan disertasi. Saat tergolek di rumah sakit dihajar stroke, menjelang ujian terbuka, ada alasan lain yang disampaikan bapak saya kepada ibu, "Orang menuntut ilmu di usia senja semata-mata bukan karena ingin pintar, ingin ini itu, namun agar keberkahan ilmu senantiasa menaungi keluarga dan anak cucu."

 Lahumul fatihah


Tidak ada komentar: